Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
dan
Thalasemia
disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Asuhan Keperawatan
Sistem Imun Hematologi
Disusun
Oleh:
Jessica Stela : 30120113012
PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2014
ANATOMI
DAN FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI
A. Pengertian Hematologi
Ilmu yang
mempelajari tentang darah serta jaringan yang membentuk darah. Darah merupakan
bagian penting dari system transport. Darah merupakan jaringan yang berbentuk
cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan bagian
korpuskul.
B.
Darah
Darah merupakan
bagian dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah berbentuk
cairan yang berwarna merah dan agak kental. Darah merupakan bagian penting dari
system transport karena darah mengalir keseluruh tubuh kita dan berhubungan
langsung dengan sel-sel tubuh kita.Warna merah itu keadaannya tidak tetap
tergantung pada banyaknya oksigen dan karbondioksida didalamnya. Adanya oksigen
dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada
peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh.
Karakteristik
fisik darah meliputi:
Ø Viskositas atau kekentalan darah 4,5-5,5
Ø Temperature 38 C
Ø PH 7,37- 7,45
Ø Salinitas 0,9%
Ø Berat 8 % dari berat badan
Ø Volume 5-6 liter (pria) 4-5 liter
(wanita)
Darah selamanya
beredar didalam tubuh oleh karena adanya atau pompa jantung. Selama darah
berada dalam pembuluh maka akan tetap encer, tetapi kalau ia keluar dari
pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan
mencampurkan kedalam darah tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitras
natrikus
a.
Fungsi darah
1.
Mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan
dan CO2 dari jaringan ke paru-paru.
2.
Mengangkut sari makanan yang diserap
dari usus halus keseluruh tubuh.
3.
Mengangkut sisa metabolisme menuju alat
ekskresi.
4.
Berhubungan dengan kekebalan tubuh
karena didalamnya terkandung lekosit,antibodi, dan subtansi protektif lainnya.
5.
Mengangkut ekskresi hormon dari organ
satu ke organ lainnya.
6.
Mengatur keseimbangan air dalam tubuh.
7.
Mengatur suhu tubuh.
8.
Mengatur keseimbangan tekanan osmotic
9.
Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
10.
Mengatur keseimbangan ion-ion dalam
tubuh
b.
Tempat Pembentukan Sel Darah
1.
Pembentukan sel darah (hemopoiesis)
terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil
pada limpa.
2.
Dari kehidupan fetus hingga bayi
dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap, yaitu:
a.
Pembentukan di saccus vitellinus.
b.
Pembentukan di hati, kelenjar limfe, dan
limpa
c.
Pembentukan di sumsum tulang
3.
Pembentukan sel darah mulai terjadi pada
sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa embrionik.
4.
Dengan bertambahnya usia janin, produksi
sel darah semakin banyak terjadi pada sumsumtulang dan peranan hati dan limpa
semakin berkurang.
5.
Sesudah lahir, semua sel darah dibuat
pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang jugadibentuk di kelenjar limfe,
tymus, dan lien.
6.
Selanjutnya pada orang dewasa
pembentukan sel darah diluar sumsum tulang (extramedullary hemopoiesis) masih
dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami fibrosis.
7.
Sampai dengan usia 5 tahun, pada
dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah. Tetapi sumsum
tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, tidak
lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun.
8.
Setelah usia 20 tahun, sel darah
diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum, tulang iga dan ileum.
9.
75% sel pada sumsum tulang menghasilkan
sel darah putih (leukosit) dan hanya 25% menghasilkan eritrosit.
10.
Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500
kali lebih banyak dari leukosit. Hal ini disebabkan oleh karena usia leukosit
dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan erotrosit hanya
120 hari
C. Komponen
Darah
1.
TROMBOSIT
Trombosit
adalah sel anuclear nulliploid (tidak
mempunyai nukleus pada DNA-nya) dengan bentuk tak beraturan dengan ukuran diameter 2-3
µm yang merupakan fragmentasi dari megakariosit.
Keping
darah tersirkulasi dalam darah dan
terlibat dalam mekanisme hemostasis tingkat
sel dalam prosespembekuan darah dengan
membentuk darah beku.
Rasio plasma keping
darah normal berkisar antara 200.000-300.000 keping/mm³, nilai dibawah rentang
tersebut dapat menyebabkanpendarahan,
sedangkan nilai di atas rentang yang sama dapat meningkatkan risiko trombosis.
Trombosit
memiliki bentuk yang tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran
lebih kecil darieritrosit dan leukosit,
dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar. Keping darah tersirkulasi dalam
darah dan terlibat dalam mekanisme hemostasis tingkat sel yang menimbulkan
pembekuan darah (trombus). Disfungsi atau jumlah keping darah yang sedikit
dapat menyebabkan pendarahan, sedangkan jumlah yang tinggi dapat meningkatkan
risiko trombosis. trombosit memiliki bentuk yang tidak teratur, tidak berwarna,
tidak berinti, berukuran lebih kesil dari eritrosit dan leukosit, dan mudah
pecah bila tersentuh benda kasar.
Trombosit
berjumlah 250.000 samapai 4000.000 per milimeterkibik. Bagian ini merupakan
fragmen sel tanpa nukleus yang berhasal dari megakariosit dalam sumsum tulang.
· Struktur
Ukuran
trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus
suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan
dengan proses koagulasian darah.
Fungsi
Trombosit
berfungsi dalam hemostasis ( penghentian perdarahan) dan perbaikan pembuluh
darah yang robek.
Mekanisme hemostasis dan pembekuan
darah:
1.
Vasokontriksi pembuluh darah
Jika pembuluh darah
terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepaskan serotonoi dan tromboksan
A2 (prostagladin), yang menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah
berkontraksi. Hal ini pad awalnya akan mengurangi darah yang hilang
2.
Sumbatan trombosit
a.
Trombosit membengkak, menjadi lengket,
dan menempel pada serabut
kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk
sumbatan t rombosit.
b.
Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifasi
trombosit lain,sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk membentuk
sumbat
·
Jika kerusakan pembuluh darah kecil,maka
sumbatan trombosit mampu menghentikan perdarahan.
·
Jika kerusakannya besar, maka kerusakan
trombosit dapat mengurangi perdarahan,sampai proses pembekuan terbentuk
3.
Pembekuan darah.
Kerusakan
pada pembuluh darah akan mengaktifkan protrombin aktivator. Protrombin
aktivator mengkatalis perubahan protombin menjadi trombin dengan bantuan ion
kalsium. Trombin bekerja sebagai enzim untuk merubah fibrinogen menjadi fibrin
dengan bantuan ion kalsium. Fibri berjalan dalam segala arah dan menjerat
trombosit,sel darah dan plasma untuk membentuk bekuan darah. Protrombin
aktivator dibentuk melalui mekanisme
a.
Mekanisme ekstrisik. Pembekuan darah
dimulai dari faktor eksternal
pembuluh
darah itu sendiri. Sel-sel jaringan yang rusak atau pembuluh darah, akan
melepas tromboplastin (membran lipoprotein),yang akan mengaktivasi protrombin activator.
b.
Mekanisme intrinsik. Untuk mengaktivasi protrombin
melibatkan 13 faktor pembekuan, yang hanya ditemukan dalam darah.
v Faktor
Pembekuan Darah
2.
PLASMA
DARAH
Plasma
adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening
kekuning-kuningan. Hamper 90% dari plasma darah terdiri atas air.
Zat-zat
yang terdapat dalam plasma darah adalah sebagai berikut:
1.
Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa
pembekuan darah.
2.
Garam-garam mineral (garam kalsium,
kalium, natrium, dan lain-lain) yang berguna dalam metabolism dan juga
mengadakan osmotic.
3.
Protein darah (albumin, globulin)
meningkatkan viskositas darah juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
4.
Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak,
mineral dan vitamin).
5.
Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari
kelenjar tubuh.
6.
Antibody.
Plasma
diperoleh dengan memutar sel darah, plasma diberikan secara intravena untuk mengembalikan
volume darah dan menyediakan substansi yang hilang dari darah klien. Misalnya
factor pembekuan darah I, VIII, dan XI untuk klien yang tidak mendapatkannya.
3.
ERITROSIT
Sel
darah merah, eritrosit (bahasa Inggris:
red blood cell (RBC), erythrocyte) adalah jenis sel darahyang
paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke
jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalamhewan bertulang
belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin,
sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan
mengambil oksigen dari paru-paru dan insang,
dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler.
Warna
merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur
pembuatnya adalah zat besi.
Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang
belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel
darah merah tidak terdapat nukleus.
Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Sel
darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).
Jumlah
Normal :
ü Dewasa
laki-laki : 4.50 – 6.50 (x106/μL)
ü Dewasa
perempuan : 3.80 – 4.80 (x106/μL)
ü Bayi
baru lahir : 4.30 – 6.30 (x106/μL)
ü Anak
usia 1-3 tahun : 3.60 – 5.20 (x106/μL)
ü Anak
usia 4-5 tahun : 3.70 – 5.70 (x106/μL)
ü Anak
usia 6-10 tahun : 3.80 – 5.80 (x106/μL)
Struktur Eritrosit
Eritrosit
mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak
berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena
dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin.
Pembentukan Eritrosit
Eritrosit
dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada, tulang
selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi selama
tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan
hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari
tempat pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah.
Eritrosit
dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan banyak darah atau
karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan seperti ini dapat
mengganggu pembentukan eritrosit.
Masa Hidup Eritrosit
Masa
hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di dalam
hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin,
yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian
hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk
eritrosit baru. Kira-kira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak.
Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan.
Eritrosit pada manusia
Kepingan
eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih
kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit
normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter)
Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta
molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang
dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-5 juta
eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang
tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka
cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit
terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah
yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar
4000-11000 sel darah putih dan platelet yang
hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada
manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan
lebih dari 98% oksigen ke
seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam plasma darah.
Eritrosit
dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi,
mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.
Pembentukan sel darah merah
(Eritropoesis)
Pembentukan
darah dimulai dari adanya sel induk hemopoetik (hematopoitietic cell). Sel
induk yang paling primitif adalah sel induk plurifoten. Sel induk plurifoten
berdiferensia lmenjadi sel induk myeloid dan sel induk lymphoid, yang
selanjutnya melalui proses yang kompleks dan rumit akan terbentuk sel-sel
darah. Sel-sel eritroid akan menjadi eritrosit, granulositik, dan monositik
akan menjadi granulosit dan monosit serta megakariositik menjaditrombosit.Dalam
pembentukan darah memerlukan bahan-bahan seperti vitamin B12, asam folat, zatbesi,
cobalt, magnesium, tembaga (Cu), senk (Zn), asam amino, vitamin C dan B
kompleks.
Kekurangan
salah satu unsure atau bahan pembentuk sel darah merah mengakibatkan penurunan
produksi atau anemia. Eritroblast berasal dari sel induk primitive myeloid dalam
sumsum tulang. Proses diferensiasidari sel primitive menjadi eritroblast ini
distimulasi oleh sel eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal. Jika terjadi
penurunan kadar oksigen dalam darah atau hipoksia maka produksi hormonini
meningkat dan produksi sel darah merah juga meningkat. Eritrosit hidup dan
beredar dalam darah tepi rata-rata 120 hari. Setelah 120 hari akan mengalami
prosese penuaan. Apabila destrusi sel darah merah terjadi sebelum waktunya atau
kurang dari 120 hari disebut hemolisis yang biasanya terjadi pada thalasemia
Haemoglobin
Haemoglobin
adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah,suatu protein
yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam
proeritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit,
karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran
darah, maka retikulosit tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama
beberapa hari berikutnya. Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama,
suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Kemudian, empatpirol bergabung untuk membentuk
protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul
heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptidapanjang
yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub
unithemoglobulin yang disebut rantai hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil
pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda,bergantung pada susunan asam amino
di bagian polipeptida.
4.
LEUKOSIT.
Bahasan
mengenai sel darah putih yang akan dibahas mencakup struktur leukosit, fungsi
sel darah putih, jenis-jenis sel darah putih, dan jumlah sel darah putih.
1.
Struktur
leukosit
Bentuknya
dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kako palsu
(pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel, sehingga ia dapat dibedakan
menurut inti sel nya serta warnanya bening (tidak berwarna)
Sel
darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari
golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B;
monosit dan makrofag;serta golongan yang bergranulaa,yaitu; eosinofil, basofil,
dan neutrofil.
2.
Fungsi
sel darah putih.
Fungsi
sel darah putih adalah sebagai berikut.
a.
Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk kedalam tubuh jaringan RES
(system retikulo endotel)
b.
Sebagai pengangkut, yaitu
mengangkut/membawa zat lemak dari dinsing usus melalui limpa terus ke pembuluh
darah.
3.
Jenis jenis sel darah putih
Sel
darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:
a.
Agranulosit.
Memiliki
granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10-12 mikron.
Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit terbagi menjadi:
1.
Neutrofil
Granula
yang tidak berwarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti
terpisah-pisah, protoplasmanya benyak berbintik-bintik halus/granula, serta
banyaknya sekitar 60-70 %
2.
Eosinofil.
Granula
berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan
neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasmanya lebi besar, banyaknya kira-kira
24%.
3.
Basofil
Granula
berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil,
tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat
granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5% di sumsum merah.
Neutrofil,
eosinofil, dan basofil berfungsi sebagai fagosit untuk mencerna dan menghancurkan
mikroorgnisme dan sisa sisa sel. Selain itu, basofil bekerja sebagai sel mast
dan mengeluarkan peptide vasoaktif.
b.
Granulosit.
Granulosit
terdiri atas limfosit dan monosit.
1.
Limfosit.
Limfosit
memiliki nucleus besar bulat dengean menempati sebagian besar sel limfosit
berkembang dalam jaringan limfe. Ukuran bervariasi dari 7 sampai 15 mikron.
Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam
jaringan tubuh.
Limfosit
ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B.
Limfosit T.
Limfosit
T meninggalkan sumsum tulang dan berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju ke
timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah sampai
mereka bertemu dengan antigen-antigen di mana mereka telah diprogramkan untuk
mengenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini menghasilkan
bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme yang memberitahu sel-sel
darah puti lainnya bahwa telah terjadi infeksii.
Limfosit B.
Terbentuk
di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai menjumpai antigen dimana
mereka telah diprogramkan untuk mengenalinya. Pada tahap iini, limfosit B
mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan
antibody.
2.
Monosit.
Ukurannya
lebh besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru sedikit abu-abu,
serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau
panjang. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk kedalam sirkulasi dalam
bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke
jaringan. Fungsinya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total komponen yang ada
di sel darah putih.
4.
Jumlah
sel darah putih.
Pada
orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 109/l yang
terbagi sebagai berikut:
Granulosit:
·
Neutrofil 2,5-7,5 x 109
·
Eosinofil 0,04-0,44 x 109
·
Basofil 0-0,10 x 109
THALASEMIA
A.
PENGERTIAN
Thalasemia adalah
sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan
pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin
(komponen darah).
Thalasemia adalah
penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya penderita
thalasemia akan
mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas,
sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang.
B.
PATOFISIOLOGI
Hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah
merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam
tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan
untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita
thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk
dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang
menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ
tubuh.Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai
darah merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak
dikeluarkan, akan sangat membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan
organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya bisa berujung pada kematian.
C.
MACAM-MACAM
THALASEMIA
Secara molekuler
thalasemia dibedakan atas :
1.
Alfa
– Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa –
Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa
1 gen)
Sindrom
thalassemia-α disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari
kondisi normal.
Faktor delesi
terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a.
Delesi pada satu rantai α (Silent
Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan
pada satu rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena
thalassemia.
b.
Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia
Trait 1)
Pada
tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi
manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit
hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.
c.
Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi
pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai
anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis.
HbH terbentuk
dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak
memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4).
Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam
eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan.
Penderita dapat
tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
d.
Delesi pada empat rantai α (Hidrops
fetalis/Thalassemia major)
Delesi
pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α
sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi
klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts,
sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF.
Biasanya bayi
yang mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
2.
Beta – Thalasemia (melibatkan
rantai beta)
Beta –
Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Thalassemia-β
disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a.
Thalassemia βo
Pada thalassemia
βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β
yang berfungsi dalam pembentukan HbA.
Bayi baru lahir
dengan thalasemia β mayor tidak anemis.
Gejala awal
pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama
kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah
lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan baik, tumbuh kembang
anak akan terhambat.
Anak tidak nafsu
makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi.
(Kapita selekta kedokteran)
b.
Thalassemia β+
Pada thalassemia
β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga
rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Secara klinis,
terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
a.
Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen
dominan.
Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya,
penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih
lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek,
hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya.
Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir,namun di usia 3-18 bulan akan
mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain
seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.
Faies cooley
adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan
tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk
mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung
dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian
sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
b.
Thalasemia Minor.
Individu hanya
membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda
penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun
bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan
25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti
anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia
minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya,
tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
D.
GEJALA KLINIS THALASEMIA
Gejala yang
didapat pada pasien berupa gejala umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah
capek, dan adanya penurunan kadar hemoglobin.
Hal ini
disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam menyuplai atau membawa
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk oksidasi sel. Sehingga
oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa oksigen, hemoglobin
juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila terjadi penurunan kadar
hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi pucat.
Penurunan
fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya kelainan
pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam
hemoglobin.
Kompensasi tubuh
agar suplai oksigen ke jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa
darah berdenyut lebih keras dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana
hal ini juga terjadi pada anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100
kali.menit). Tetapi frekuensi respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit
(normal 16-24 kali/menit).
Lemas
dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen
ke jaringan untuk oksidasi sel sebagai proses penghasil energi berkurang.
Pasien mengalami penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan
normal untuk anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007).
Penurunan ini
dapat disebabkan oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa
kelainan susunan asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan
dua hal tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan
pembentukan hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit
abnormal (mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat akan
didestruksi oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat
kurang dari masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.
Adanya
hepatomegali dan splenomegali merupakan salah satu
tanda dari anemia hemolitik di mana disertai adanya penurunan kadar hemoglobin.
Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar 1 shuffner (satuan splenomegali yang
diukur dengan membuat garis diagonal antara arcus costarum dengan crista
illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis tersebut dibagi menjadi delapan
bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner).
Splen atau limpa
secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal sehingga
dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun di
hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel plasma
dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi baru
lahir.
Adanya hemolisis
menyebabkan proses perombakan eritrosit secara cepat. Eritrosit abnormal cepat
dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan makrofag sehingga semakin banyak
eritrosit abnormal maka kerja limpa akan semakin berat. Hal inilah yang
menyebabkan adanya splenomegali.
Selain destruksi
eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai kompensasi atau
umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi ke jaringan
kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum tulang.
Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis sehingga
terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga merupakan
salah satu penyebab hepatosplenomegali.
Pada pasien
hemoglobinopati anemia sel sabit tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa
mengecil dikarenakan terjadinya infark. Selain itu makrofag di limpa lebih
aktif dibandingkan makrofag pada hati.
Penyebab lain
hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat penambah darah dan
penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di mana mengandung
preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan cadangan besi
berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis ferritin
(simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai tempat
penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan hemosiderin.
Adanya
hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat mengakibatkan penurunan
imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi mikroorganisme. Limpa
sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan antibodi) merupakan
salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat yang sering dilalui mikroorganisme
patogenik yang akan dihancurkan sebelum memasuki saluran gastrointestinal.
Kemungkinan
pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien, yaitu
: suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan faring
kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti: malaria,
hepatitis, haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll.
Suhu
tubuh meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ
yang berlebihan terhadap infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid
yang memproduksi limfosit untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar
apabila bekerja berlebihan terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas
lainnya. Infeksi mikroorganisme menyerang saluran pencernaan salah satu faring
sehingga membuat organ tersebut mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya
pada pasien yaitu batuk pilek.
Gejala klinis
thalasemia mayor :
1.
Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan
jaringan akan oksigen tidak terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada
thalasemia (HbF) memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen.
2.
Facies thalasemia yang disebabkan
pembesaran tulang karena hiperplasia sumsum hebat.
3.
Hepatosplenomegali yang disebakan oleh
penghancuran sel darah merah berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan
kelebihan beban besi.
4.
Pemeriksaan radiologis tulang
memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis, dan trabekula kasar. Tulang
tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kandang terlihat
brush appereance.
5.
Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar
endokrin menyebabkan keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks
sekunder. Selain itu juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung,
gagal jantung, dan perikarditis.
6.
Sebagai sindrom klinik penderita
thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala
fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang
gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali dengan wajah yang khas
mongoloid, frontal bossing,mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi
Gejala klinis
Thalasemia minor
Penderita yang
menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan
gejala-gejala yang ringan. Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak)
ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah).
Situasi ini
dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun,
orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali mereka
miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang
diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak
disarankan.
E.
PENYEBAB THALASEMIA
1.
Gangguan genetik
Orangtua
memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien
memiliki gen resesif homozygote.
2.
Kelainan struktur hemoglobin
Kelainan
struktur globin di dalam fraksi hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang
normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di
Hb A digantikan oeh asam glutamate di Hb S.
Menurut kelainan
pada rantai Hb juga, thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
thalasemia alfa (penurunan sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis
rantai beta).
3.
Produksi satu atau lebih dari satu jenis
rantai polipeptida terganggu
Defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4.
Terjadi kerusakan sel darah merah
(eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang dari 100 hari)
Struktur
morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh bila
dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya pembentukan
sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga menyebabkan sel
menjadi rapuh dan lisis.
5.
Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang
mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan
eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih
lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.
F.
DIAGNOSIS THALASEMIA
1.
Anamnesis
Keluhan timbul
karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut
membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai
timbul pada usia 6 bulan.
2.
Pemeriksaan fisis
·
Pucat.
·
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley).
·
Dapat ditemukan ikterus.
·
Gangguan pertumbuhan.
·
Splenomegali dan hepatomegali yang
menyebabkan perut membesar
3. Pemeriksaan penunjang
·
Darah tepi :
ü Hb
rendah dapat sampai 2-3 g%.
ü Gambaran
morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi,basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
ü Retikulosit
meningkat.
·
Sumsum tulang (tidak menentukan
diagnosis).
ü Hiperplasi
sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
ü Granula
Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
·
Pemeriksaan khusus :
ü Hb
F meningkat : 20%-90% Hb total.
ü Elektroforesis
Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
ü Pemeriksaan pedigree:
kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan
lain :
·
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair
on end,korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus
pada korteks.
·
Foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
5. Diagnosis banding
·
Thalasemia minor :
ü Anemia
kurang besi.
ü Anemia
karena infeksi menahun.
ü Anemia
pada keracunan timah hitam (Pb).
ü Anemia
sideroblastik
G.
PENGOBATAN
DAN PENCEGAHAN
Pada thalassemia
yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang
menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang
sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.Terapi genetik
masih dalam tahap penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum ada obatnya,
tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat akan
membantu mengurangi frekwensi transfusi darahnya .
Alasanya :
kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten,
klorofil, xantofil, dan Fikosianin.
Pigmen adalah
zat warna alami yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano Spirulina
berfungsiebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap
radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah
bakteri ”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.
Selain itu,
cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang
duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara
teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)
Pada keluarga
dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan
resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.
H. FAKTOR
RESIKO PENDERITA THALASEMIA
1. Anak
dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia.
2. Resiko
laki-laki atau perempuan untuk terkena samA.
3. Thalassemia
Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry (Yunani, Italia,
Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika Pendaratan.
4. Alfa
thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India, Cina, atau
orang Philipina.
I.
PENATALAKSANAAN
DAN PENCEGAHAN PADA PENDERITA THALASEMIA
Pada
penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial,
dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari
pasien.
Pada pasien anak
dapat diberikan terapi:
a. Transfusi
: untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya perlu
dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit.
Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb
1 g/dl.
b. Antibiotik
: untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis antibiotic
yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
c. Khelasi
Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi
besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone
(oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
d. Vitamin
B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
e. Vitamin
C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian
kelasi besi.
f. Vitamin
E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU setiap hari.
g. Imunisasi
: untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
h. Splenektomi
: limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui
pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun
sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat splenektomi.
DAFTAR
PUSTAKA
About thalassemia.
Sarawak Thalassaemia Society. 2000.www.thalassaemia.cdc.net
Ananta Yovita.
Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000
Ganie RA.
Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan
di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005
Handayani wiwik
et al, 2008, Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem hematologi,
Penerbit Salemba medika; Jakarta.
Permono B,
Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran UNAIR Surabaya
Tarwoto et
al,2008, Keperawatan medical Bedah gangguan system Hematologi, trans Info
Media;Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar